Sabtu, 02 Oktober 2010

Ekologi dan Asas Pengelolaan Lingkungan

A.Pengertian dan Lingkup Ekologi
Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang baru muncul pada tahun 70-an. Akan tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang biologinya. Ekologi mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat mempertahankan kehidupannya dengan mengadakan hubungan atarmakhluk hidup dan dengan benda tak hidup di dalam tempat hidupnya atau lingkungannya.
Para ahli ekologi mempelajari hal berikut:
1. Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya.
2. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-faktor yang menyebabkannya
3. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.     
Ruang lingkup Ekologi Manusia menurut Hawley adalah “Ekologi Manusia, sebagaimana ekologi tumbuh-tumbuhan dan manusia, merepresentasikan penerapan khusus dari pandangan umum pada sebuah kelas khusus dalam sebuah kehidupan. Ini meliputi dua kesadaran kesatuan mendasar dari lingkungan hidup dan kesadaran bahwa ada perbedaan dalam kesatuan tersebut. Manusia, sebagaimana kita tahu, tidak hanya bekerja dalam sebuah tempat jaringan kehidupan, melainkan dia juga mengembangkan di antara anggota-anggotanya sebuah pengalaman hubungan lingkungan yang sebanding dalam tanggungjawab pentingnya atas lingkungan hidup yang lebih terbuka.”
Steiner (2002) menyatakan bahwa ruang lingkup ekologi manusia adalah meliputi:
(1) Set of connected stuff (sekelompok hal yang saling terkait);
(2) Integrative traits (ciri-ciri yang integratif);
(3) Scaffolding of place and change (Perancah tempat dan perubahan).

B. Asas-asas pengelolaan lingkunan
          Adapun asas-asas yang mencakup secara jelas mengenai sumber daya alam dalam hal pengelolaan yaitu:
1.Asas tanggung jawab negara
Asas tanggung jawab negara merupakan perwujudan dari prinsip negara sebagai organisasikekuasaan (politik), berkewajiban melindungi warga negara atau penduduknya, teritorial dansemua kekayaan alam serta harta benda dari negara dan penduduknya. Asas ini relevan denganpendapat pakar politik negara Adolf Markel yang mengatakan bahwa segala yang berbaukepentingan umum harus dilindungi dan dijamin secara hukum oleh negara. Dewasa ini hampirtidak ada suatu kekuasaan yang tidak diikuti oleh tanggung jawab dan kewajiban. Sebab bilatidak, hal demikian mengarah kepada Negara totaliter. Dengan demikian kekuasaan akan diikutikemudian, baik dengan kewajiban maupun tanggung jawab, karena keduanya memilikihubungan konsekuensi. Dalam sistem pengelolaan lingkungan, negara memiliki kekuasaan atassemua sumber daya alam, dengan kata lain negara melalui pemerintah berwenang mengatur,mengendalikan, dan mengembangkan segala hal yang berkenaan dengan pengelolaanlingkungan. Berangkat dari amanat konstitusi tersebut, telah terbit berbagai undang-undang yangmengatur tentang pengelolaan sumber daya alam, diantaranya yaitu Undang-Undang Nomor 5tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997tentang pengelolaan lingkungan hidup, Undang-Undang Nomor 32 Tahun tentang pemerintahan daerah, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, dan masih banyak lagi aturan yang mengatur lebih terperinci mengenai pengelolaan sumber daya alam.
Sampai saat sekarang pengaturan tentang bagaimana pengelolaan sumber daya alam di Indonesiasudah dilakukan sejak berdirinya Negara Republik Indonesia. Selain pasal 33 UUD 1945 yangmerupakan ketentuan pokok juga kita mempunyai seperangkat Undang-Undang yang mengaturtentang hal tersebut Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria,Undang-Undang No. 5 tahun 1967 tentang ketentuan pokok Kehutanan, kemudian dicabut dandigantikan dengan Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang no.11 Tahun 1967 tentang ketentuan pokok Pertambangan yang direncanakan akan diganti dalamwaktu yang segera, Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan, berikut seperangkatketentuan pelaksanaannya disamping peraturan Perundangundangan lingkungan yang telah kitasebutkan diatas. Selain itu ditemukan pada seperangkat ketetapan MPR yang mengatur tentanghal ini seperti TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang pembaharuan Agraria dan Pengelolaansumber daya alam.
Kekuasaan yang maha luas yang dimiliki oleh negara terhadap bumi, air, udara, dan segalasesuatu yang terkandung di atasnya sesuai asas konstitusional, tentu pula mereflesikan adanyatanggung jawab yang sangat besar pula, yang dimaksud dalam hal ini bukan berarti milik negaramelainkan untuk mengatur keadilan, keberlanjutan, dan fungsi sosial sumber daya alam untuksebesar-besarnya kesejahteraan rakyatt. Penguasaan negara juga dimaksudkan untukmenghilangkan pemusatan penguasaan oleh seseorang atau sekelompok orang atas sumber dayaalam, yang dapat mengancam tercapainya kesejahteraan rakyatt dan hilangnya fungsi sumberdaya alam.

2. Asas manfaat
Asas manfaat, mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.Asas manfaat ini diartikan sebagai sebuah upaya sadar dan terencana, yang memadukanlingkungan hidup termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjaminkemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi kini serta generasi mendatang. Asas inibertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang merata berdasarkan prinsip
kebersamaan dan keseimbangan untuk mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi, konfliksosial, dan budaya.
Namun, dalam kemanfaatan dalam arti ekonomi dan politik berlum terlalu membawakemanfaatan bagi masyarakat khususnya masyarakat adat. Hal tersebut dibuktikan denganbeberapa kebijakan ekonomi, khususnya dalam alokasi dan pengelolaan sumberdaya alam, yanghanya memihak kepentingan modal ini nyata-nyata telah berdampak sangat luas terhadapkerusakan alam dan kehancuran ekologis. Korban pertama dan yang utama dari kehancuran iniadalah masyarakat adat yang hidup di dalam dan sekitar hutan, di atas berbagai jenis mineralbahan tambang, mendiami pesisir dan mencari penghidupan di laut. Kebijakan sektoral yangekstraktif (kuras cepat sebanyak-banyaknya, jual murah secepatnya) tidak memberi kesempatanbagi kearifan adat untuk mengelola sumberdaya alam secara berkelanjutan, sebagaimana yangtelah dipraktekkan selama ratusan atau bahkan ribuan tahun. Pengetahuan dan kearifan lokaldalam mengelola alam sudah tidak mendapat tempat yang layak dalam usaha produksi, ataubahkan dalam kurikulum pendidikan formal.
 Dunia farmakologi tidak mencoba mengangkatkearifan masyarakat adat di bidang tumbuhan obat sebagai bagian utama bidang perhatiannya.Ramuan tradisional, jamu dan sejenisnya dianggap sekunder atau malah diremehkan. Padahaltelah terbukti ketika sistem pengobatan modern gagal memenuhi kebutuhan pelayanankesehatan, jamu dan teknik-teknik pengobatan tradisional lainnya lalu menjadi alternatif yangdapat diandalkan.
Selain mengambil alih secara langsung sumberdaya ekonomi primer berupa tanah dansumberdaya alam di dalamnya, pemerintah melalui berbagai kebijakan perdagangan hasil bumisecara sistematis mengendalikan kegiatan ekonomi masyarakat adat. Pemberian monopolikepada asosiasi atau perusahaan tertentu dalam perdagangan komoditas yang diproduksimasyarakat adat, seperti rotan dan sarang burung walet, telah menempatkan pemerintah sebagai"pelayan" bagi para pemilik modal untuk merampas pendapatan yang sudah semestinyadiperoleh masyarakat adat.
Di bidang politik, bila dibandingkan dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya sebagaiunsur pembentuk Bangsa Indonesia, masyarakat adat menghadapi situasi yang lebih sulit lagi.Kondisi ini bermuara pada politik penghancuran sistem pemerintahan adat yang dilakukan secarasistematis dan terus menerus sepanjang pemerintahan rejim Orde Baru. Upaya penghancuran ini
secara gamblang bisa dilihat dari pemaksaan konsep desa yang seragam di seluruh Indonesiasebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Sistem desa,dengan segala perangkatnya seperti LKMD dan RK/RT, secara "konstitusional" menusuk"jantung" masyarakat adat, yaitu berupa penghancuran atas sistem pemerintahan adat.
Akibatnyakemampuan (enerji dan modal sosial) masyarakat adat untuk mengurus dan mengatur dirinyasendiri secara mandiri menjadi punah. Mekanisme pengambilan keputusan yang ada di antarainstitusi-institusi adat digusur secara paksa sehingga yang tersisa ditangan para pemimpin adathanya peran dalam upacara seremonial semata-mata. Peran pinggiran ini, di hampir seluruhpelosok nusantara, masih harus di atur, dan dikendalikan oleh Bupati dan Camat denganmenerbitkan Surak Keputusan (SK). Kehancuran sistem-sistem adat ini menjadi lebih diperparahlagi dengan kebijakan militerisasi kehidupan pedesaan lewat konsep pembinaan teritorial TNIdengan masuknya Bintara Pembina Desa (BABINSA) sebagai salah satu unsur kepemimpinandesa. Dengan kebijakan-kebijakan ini bisa dikategorikan bahwa negara telah melakukanpelanggaran hak-hak sipil dan politik masyarakat adat selama lebih dari 20 tahun, termasuk hakasal-usul dan hak-hak tradisional yang dilindungi oleh UUD 1945.
Dengan warisan rejim lama yang demikian maka dalam upaya melakukan revitalisasi nilai-nilailokal ini yang harus dilakukan adalah memulihkan kerusakan pranata-pranata sosial masyarakatadat yang sedemikian parah, sebagai akibat dari sistem desa Orde Baru (UU No. 5 Tahun 1979).Upaya-upaya pemulihan (recovery) terhadap pranata (kelembagaan) adat/lokal merupakantantangan terbesar yang harus menjadi prioritas utama bagi semua pihak yang berpihak padakearifan tradisional, baik di kalangan pemerintah maupun dalam elemen-elemen gerakanmasyarakat sosial, khususnyagerakan masyarakat adat di Indonesia
         

C. Permasalahan Keterbatasan SDA dalam Pembangunan
Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional.
Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu. Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai 6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.
Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik.
Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.

D. Peran Teknologi dalam Pengelolaan SDA
Dalam pemanfaatan keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia aplikasi teknologi dirgantara memainkan peran yang sangat besar. Menyadari kebutuhan aplikasi teknologi dirgantara tersebut, Indonesia telah cukup lama menggunakan dan memanfaatkannya bagi pembangunan bangsa seperti transportasi udara, telekomunikasi, penginderaan jauh, observasi bumi dan lingkungan, navigasi, dan geodesi. Adanya transportasi udara antar wilayah di Indonesia telah memudahkan hubungan antar penduduk dan memacu kegiatan ekonomi antar wilayah dengan cepat. Bahkan menyadari akan kebutuhan akan modal transportasi udara yang begitu efektif dan cepat menjangkau daerah-daerah, Indonesia pun telah mendirikan industri pesawat terbang yang menjadi salah satu kebanggaan nasional.
Aplikasi teknologi penginderaan jauh memberikan berbagai informasi vital terkait dengan pertanian, kehutanan, tata ruang, manajemen lahan, pemetaan laut, perikanan, pengamatan lingkungan, pendugaan mineral dan manajemen banjir serta bencana alam. Analisis yang dilakukan berdasarkan pada Integrasi data-data vital yang diperoleh dari antariksa dan data sosio-ekonomi menghasilkan strategi yang sangat penting bagi pengelolaan sumber daya alam, khususnya pada pengelolaan program ketahanan pangan dan penyediaan energi. Pada program ketahanan pangan data-data yang diperoleh tersebut bermanfaat pada pendugaan iklim dan cuaca, pendugaan luas panen, penentuan areal lahan pertanian, dan penentuan lokasi pencarian ikan.
Dalam upaya pencarian sumber-sumber baru energi dan mineral, teknologi dirgantara merupakan satu di antara berbagai teknologi yang digunakan. Penggunaan teknologi dirgantara yang paling sederhana yaitu pemotretan permukaan bumi dari udara dan yang mutakhir yaitu altimetri satelit dan interferometri sistem penentu posisi global (GPS) dapat digunakan untuk menentukan posisi dari pasukan serta mencari sumber-sumber baru energi dan mineral. Di samping itu, pencitraan permukaan bumi dengan berbagai teknologi penginderaan jauh menggunakan satelit merupakan peningkatan dari pemotretan udara yang sering terganggu oleh oleh awan. Hasil analisis citra tersebut digunakan untuk melakukan pemutahiran peta geologi atau keperluan penelitian untuk menemukan sumber-sumber baru energi dan mineral dan aspek-aspek lingkungan. Analisis pergerakan sesar-sesar aktif dengan menggunakan metoda interferometri satelit GPS juga dapat digunakan untuk meminimalisasi dampak seandainya terjadi gempa.Selain kebutuhan aplikasi penginderaan jauh dalam pencarian sumber-sumber baru energi, aplikasi teknologi dirgantara lain yang memanfaatkan sumber energi terbaharukan seperti energi angin dan energi matahari juga perlu dikembangkan.
Teknologi konversi energi angin dan energi matahari sebagai alternatif sumber energi yang mudah dan ramah lingkungan telah dikembangkan oleh banyak negara di dunia dalam mengantisipasi kekurangan energi dari sumber mineral. Sebagai negara dengan posisi di katulistiwa yang memiliki sumber energi angin tidak terbatas dan matahari yang bersinar sepanjang tahun, penelitian dan pengembangan sumber energi alternatif tersebut sangat layak dikembangkan. Penelitian dan pengembangan konversi energi angin bagi kebutuhan energi perahu-perahu nelayan pun telah dikembangkan LAPAN dan berhasil dengan baik sehingga diharapkan penggunaan energi angin dan matahari akan semakin meluas dan berkembang.
Berkaitan dengan posisi geografis, geostrategis dan geopolitis yang dimiliki oleh Indonesia maka kebutuhan akan perlindungan dan mempertahankan kepentingan terhadap bumi, laut dan ruang udara di atas Indonesia dalam lingkungan strategik global yang sangat dinamis mutlak dilakukan. Adanya Infiltrasi satelit asing terhadap pemantauan wilayah serta sumberdaya alam di Indonesia dan pencurian ikan senilai ratusan milyar rupiah per tahun oleh kapal-kapal asing karena kurangnya pemantauan adalah salah satu masalah penting yang harus dihadapi. Disamping itu, masalah air blank spot area di kawasan timur Indonesia yang menyebabkan mudah masuknya pesawat-pesawat asing ke dalam wilayah Indonesia, masalah di wilayah perbatasan dan potensi masalah hankam nasional lainnya tefah memberikan gambaran betapa pentingnya kebutuhan akan teknologi dirgantara. Oleh karena itu, aplikasi teknologi dirgantara seperti aplikasi satelit sebagai alat pemantauan baik terhadap kapal-kapal asing maupun terhadap wilayah perbatasan, pengembangan teknologi peroketan sebagai wahana peluncur satelit maupun untuk pengumpulan data cuaca, pengembangan iptek untuk optimalisasi manajemen sistem kedirgantaraan, pengembangan teknologi pesawat terbang berawak maupun tidak berawak baik amphibi maupun non amphibi bagi keperluan transportasi antar pulau (terutama wilayah perbatasan dan tempat terpencil), keperluan pertahanan, dan penggunaan teknologi radar sebagai peringatan dini harus mendapatkan perhatian dan prioritas utama.
Dalam penguasaan teknologi dirgantara tersebut perlu memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
1. Pembinaan dan peningkatan Sumberdaya Manusia (SDM);
2. Penyediaan/pemanfaatan fasilitas penunjang penguasaan teknologi dirgantara yang diperlukan (laboratorium, sistem pendidikan, fasilitas produksi dan perawatan, navigasi, komunikasi, testing area dll.);
3. Koordinasi dan komunikasi antar stakeholder yang efektif dan efisien;
4. Sumber dana (BUMN, swasta, kemitraan BUMN dan swasta).

Daftar Pustaka :

A.   Hawley, H. Amos. 1950. Human Ecology, A Theory of Community Structure.      New York: The Ronald Press Company. http://www.averroes.or.id/research/ekologi-manusia-dan-kesadaran-individu-dalam-pengelolaan-lingkungan.html
B.   Universitas Gadjah Mada.2008.Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan Otonomi Daerah.http://geo.ugm.ac.id/archives/125.
D.     Dirgantara 2010.Peran dan Dampak Iilmu Pengetahuan dan- Teknologi Dalam Bidang Dirgantara.http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/04/peran-dan-dampak-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi-dalam-bidang-dirgantara/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar